Senin, 21 April 2014

Straight News Pemilu


Straight News

                Jokowi Effect Tidak Membuat PDIP Merajai TPS 33 Sleman


YOGYAKARTA, PB NEWS – Pemilu (Pemilihan Umum) legislative yang diadakan pada 9 April 2014 menjadi awal masyarakat dalam menentukan calon wakil rakyat nya yang baru. Kegiatan Pemilu yang diselenggarakan di Perumahan Griya Perwita Asri, Depok Sleman pun berjalan lancar. Dari 270 DPT (Dafar Pemilih Tetap) sekitar 159 yang menggunakan hak suara nya. Dari perolehan suara yang telah dihitung. Untuk perolehan suara DPD Sleman partai Gerindra merajai perolehan suara terbanyak dari segi suara partai, yaitu 11 suara. Hal ini menjadi sebuah kejutan bagi masyarakat yang beranggapan bahwa Efek jokowi atau diangakat nya jokowi menjadi Calon Presiden dapat mendongkrak popularitas partai Banteng ini.
Namun, meski suara untuk partai PDIP tidak setinggi suara partai Gerindra, dari segi perolehan suara untuk caleg DPD Sleman PDIP mempunyai salah satu caleg yang “merajai” TPS 33 ini, yaitu caleg yang bernama H.Sunarto, S.Sos.
Kegiatan pemilu yang dilaksanakan dari pagi hingga siang hari ini pun berjalan lancar dan kondusif. Para saksi dari beberapa partai pun tampak hadir dan mengawasi dengan baik jalan nya pemilu. Salah satu saksi dari Partai Amanat Nasional (PAN) Marlyn (48 th) menuturkan bahwa untuk pemilu kali ini berjalan baik dan kondusif “ pemilu tahun ini sudah tidak seperti tahun – tahun saat orde baru dulu”.

Sabtu, 19 April 2014

(MPKII) Proposal Penelitian Analisis Semiotika




Analisis Semiotik Komunikasi makna pesan dalam film 99 Cahaya Dilangit Eropa Part 1

1.1  Latar Belakang
Film adalah medium komunikasi massa yang ampuh sekali. Bukan saja untuk hiburan, tetapi juga untuk penerangan dan pendidikan. Dalam ceramah – ceramah penerangan dan pendidikan, film kini banyak digunakan sebagai alat pembantu untuk memberikan penjelasan (Effendy,2003:209). Hal ini tentu saja terkait dengan sifat film. Dalam hal ini menikmati cerita dari suatu film berlainan dengan dari buku. Cerita dari buku disajikan dengan huruf – huruf yang berderet secara mati. Huruf – huruf itu merupakan tanda, dan tanda – tanda ini akan mempunyai arti hanya dalam sadar. Sebaliknya film memberikan tanggapan terhadap yang menjadi pelaku dalam cerita yang dipertunjukkan itu dengan tingkah laku yang jelas, dan dapat mendengarkan suara para pelaku beserta suara – suara lainnya yang bersangkutan dengan cerita yang disajikan. Apa yang dilihat pada layar bioskop ataupun televisi seolah – olah kejadian nyata yang terjadi dihadapan. Berbeda dengan membaca buku yang memerlukan daya pikir yang aktif. Film tidaklah demikian,penontonlah yang pasif kepadanya disajikan cerita yang sudah masak dan penonton hanya menikmatinya.
Film merupakan salah satu alat komunikasi mssa. Tidak kita pungkiri antara film dan masyarakat memiliki sejarah yang panjang dalam kajian para ahli komunikasi . film sebgaia alat komunikasi massa yang kedua yang muncul di dunia mempunyai massa pertumbuhannya pada akhir abad ke 19, dengan perkataan lain pada waktu unsur – unsur yang merintangi perkembangan surat kabar yang dibikin lenyap. Ini berarti bahwa dari permulaan sejarahnya film dengan lebih mudah dapat menjadi alat komunikasi yang sejati, karena ia tidak mengalami unsur teknik, politik, ekonomi,sosial dan demografi yang merintangi kemajuan surat kabar pada massa pertumbuhannya dalam abad ke 18 dan permulaann abad ke 19. Film mencapai massa puncaknya diantara perang dunia I dan perang dunia II, namun merosot tajam setelah tahun 1945,seiring dengan munculnya medium televise.
Dalam perkembangannya film tidak hanya dijadikan sebagai media hiburan semata, tetapi juga digunakan sebagai alat propaganda, terutama menyangkut tujuan sosial atau nasional. Berdasarkan pada pencapaiannya yang menggambarkan realitas. Pada tahun 2013 film yang berjudul “99 Cahaya Dilangit Eropa” disutradari oleh Guntur Soeharjanto memiliki tema Islami, film ini bersifat religious. Film yang novel nya menjadi Best seller dengan judul yang sama yaitu “99 Cahaya Dilangit Eropa” ditulis oleh Hanum Salsabiela Rais. Ia merupakan putri dari Muhammad Amien Rais yang pernah menjabat sebagai Ketua MPR RI pada tahun 1999-2004. Buku  ini merupakan buku  islami yang menyajkan nilai nilai ajaran agama Islam dengan gaya artistic yang sangat berbeda dengan buku Islami yang selama ini telah banyak dihasilkan. Buku ini adalah catatan perjalanan atas sebuah pencarian. Pencarian cahaya Islami di Eropa yang kini sedang tertutup awan saling curiga dan kesalahpahaman. Dengan banyak nya khalayak yang membaca buku ini, sang sutradara mencoba membuat film yang dimainkan oleh Acha septriasa sebagai Hanum, Abimana Aryasatya sebagai Rangga, Raline Shah sebagai Fatma, Dewi Sandra sebagai Marion, Alex Abbad sebagai khan, Marisa Nasution sebagai Maarja, Geccha Qheagaventa sebagai Ayse, Nino Fernandes sebagai Stefan dan Fatin Shidqia. Film “99 Cahaya Dilangit Eropa” mempunyai pesan moral yang dapat dipetik oleh masyarakat, antara lain nilai – nilai ajaran agama khususnya islam, hubungan sosial dan budaya dimana Islam menjadi merupakan minoritas di Negara Eropa. Dengan berkembangnya dunia perfileman di Indonesia film “99 Cahaya Dilangit Eropa” salah satu film yang sukses di pasaran. Film ini berhasil masuk dalam 10 Film dengan penonton terbanyak pada tahun 2013.





1.2  Perumusan Masalah
·        Bagaimana makna pesan yang terkandung dalam film “99 Cahaya Dilangit Eropa”

1.3  Tujuan Penelitian
·        Untuk mengetahui makna pesan yang terkandung dalam film “99 Cahaya Dilangit Eropa”.
·        Untuk mengetahui latar belakang diciptakannya film “99 Cahaya Dilangit Eropa”.
·        Untuk mengetahui simbol – simbol yang digunakan untuk menyampaikan pesan dalam film “99 Cahaya Dilangit Eropa”.

1.4  Manfaat Penelitian
·        Secara Akademis : Hasil penelitian diharapkan mampu menambah khasanah keilmuan dalam bidang Ilmu Komunikasi yang terkait dengan Ilmu Semiotika.
·        Secara Praktis :  Dapat dipergunakan sebagai salah satu sumbangan pemikiran bagi para pembuat film, agar dapat membuat film yang lebih kreatif,sarat makna dan sesuai dengan etika dan budaya masyarakat Indonesia.

1.5  Kerangka Teori dan Pemikiran.
1.1.5   Teori Semiotika
            Secara etimologis,istilah semiotic berasala dari kata Yunani,semion yang berarti ‘tanda’. Asumsi yang paling mendasar dari semiotic menyatakan bahwa sesuatu adalah tanda. Tanda itu sendiri didefenisikan sebagai sesuatu yang atas dasar konvensi sosial yang terbangun sebelumnya dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain (Eco dalam Sobur,2004:95). Secara terminologis, semiotic dapat didefenisikan sebagai ilmu yang mempelajari sederetan luas objek – objek, peristiwa – peristiwa seluruh kebudayaan sebagai tanda.
            Semiotika adalah ilmu yang mempelajari tentang tanda,berfungsi sebagai tanda, dan produksi makna. Tanda adalah sesuatu yang bagi seorang berarti sesuatu bagi orang lain. Dalam pandangan Zoest, segala sesuatu yang dapat diamati atau dibuat teramati dapat disebut tanda, misalnya adanya peristiwatidak adanya peristiwa, struktur yang ditemukan dalam sesuatu,suatu kebiasaan,semua dapat disebut sebagai tanda (Zoest,1993 dalam Piliang,2008;12). Semiotic pada awalnya di Indonesia hanya diterima di lingkaran kecil akademis sastra namun belakangan ini telah merambah kedalam relung disiplin lainnya. Ruang lingkup kajian semiotik yang begitu luas.
            Pokok perhatian semiotika adalah tanda. Studi tentang tanda dan cara tanda – tanda itu bekerja dinamakan semiotika atau semiologi.  Semiotika mempunyai 3 bidang studi utama :
1.      Tanda itu sendiri. Hal ini berkaitan dengan bermacam – macam tanda yang berbeda. Tanda adalah konstruksi manusia dan hanya bisa dipahami dalam artian manusia yang menggunakannya.
2.      Kode atau system yang mengorganisasikan tanda. Studi meliputi bagaimana bermacam – macam kode yang berbeda dibangun untuk mempertemukan dengan kebutuhan masyarakat dalam sebuah kebudayaan.
3.      Kebudayaan tempat kode dan tanda bekerja. Ini pada gilirannya bergantung pada penggunaan kode – kode dan tanda – tanda itu untuk keberadaan dan bentuknya sendiri. (fiske, 1990;60)

2.1 Metode Penelitian
-                     Penelitian Kualitatif
Penelitian kualitatif didefenisikan sebagai suatu proses yang mencoba untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai kompleksitas yang ada dalam interaksi manusia (Catherine Marshal, 1995). Poerwandari (2007) mengungkapkan bahwa penelitian kualitatif menghasilkan dan mengolah data yang sifat nya deskriptif seperti transkip wawancara , catatan lapangan, gambar, foto, rekaman video dan lain sebagainya. Defenisi ini menunjukan beberapa kata kunci dalam penelitain kualitatif yaitu, proses,pemahaman, kompleksitas, interaksi, dan manusia. Proses dalam melakukan penelitian meru[akan penekanan dalam penelitain kualitatif oleh karena itu dalam melaksanakan penelitian,peneliti lebih berfokus pada proses dari pada hasil akhir.
Penelitian kualitatif sangat menekankan pentingnya empati sebagai jalan untuk menggali emik atau prespektif subjek yang diteliti dan pemahaman akan pentingnya konteks. Penelitian kualitatif tidak boleh mengambil kesimpulan dari apa yang baru didengar dan dilihatnya. Ia mesti bekerja keras ‘memasuki’ pengalaman subjek individu dan atau komunitas yang sedang ditelitinya.
Denzin & Lincoln menguraikan penelitian kualitatif merupakan focus perhatian dengan beragam metode yang mencakup pendekatan interpretative dan naturalistic terhadap subjek kajiannya. Hal ini berarti bahwa para peneliti kualitatif mempelajari benda – benda di dalam konteks alaminya yang berupaya untuk memahami atau menafsirkan fenomena dilihat dari sisi makna yang dilekatkan manusia (peneliti) kepadanya. Penelitian kualitatif mencakup subjek yang dikaji dan kumpulan berbagai data empiris –studi kasus, pengalaman pribadi, instriospeksi, perjalanan hidup, wawncara,teks hasil pengamatan, historis, interaksional, dan visual yang menggambarkan  saat-saat dan makna keseharian dan problematis dalam kehidupan seseoran. Sejalan dengan itu, para peneliti kualitatif menerapkan aneka metode yang saling berkaitan, dengan selalu berharap untuk mendapatkan hasil yang lebih baik mengenai subjek kajian yang sedang dihadapi (putra 2013:61-62)

-          Penelitian Interpretatif
Metode interpretative merupakan suatu upaya untuk mencari penjelasan tentang peristiwa sosial atau budaya yang didasarkan pada prespektif dan pengalaman orang yang diteliti. Secara umum pendekatan ini merupakan sebuah system sosial yang memaknai perilaku secara detail dan terperinci. Metode interpretative melihat sebuah fakta sebagai sesuatu yang menarik dalam memahami makna sosial. Menurut para kontekstual yang bergantung pada pemaknaan sebagian orang di dalam sebuah lingkup sosial.
Disiplin ilmu yang paling banyak digunakan dalam penelitian interpretative adalah ilmu – ilmu sosial, karena ilmu sosial inilah yang erat kaitannya dengan ilmu manusia dan budaya. Menurut para ahli, peristiwa dalam sejarah merupakan sebuah teks analog, ketika kita mempelajarinya kita dapat melihat sebuah simbol pemahamna dari sebuah Bahasa, mitos , dan fenomena tertentu.
Perlu diingat bahwa pendekatan interpretative menuntut rigorouness yang sama tingginya dengan pendekatan pisitivistik. Hanya saja tuntutannya berbeda. Dalam positivistic titik tolak evaluasi atas kualitas sebuah penelitian mesti sesuai dengan kenyataan.


2.2 Objek Penelitian
Dalam penelitian yang berjudul “Analisis Semiotik Komunikasi makna pesan dalam film 99 Cahaya Dilangit Eropa Part 1” maka yang menjadi objek penelitiannya adalah film “99 Cahaya Dilangit Eropa Part 1”.

2.3 Lokasi Penelitian
            Lokasi penelitian Terletak di Kota Yogyakarta.

2.4 Sumber Data
·        Rekaman Film : menonton film 99 Cahaya Dilangit Eropa Part 1
·        Narasumber : narasumber yang digunakan adalah orang – orang yang berkompeten atau memahami secara jelas dan terstruktur tentang permasalahan yang sedang terjadi. Sumber data yang akan diambil oleh peneliti adalah sumber yang berasal dari informasi. Dalam pengertiannya informasi merupakan hasil proses data – data yang beragam yang telah dibentuk oleh permintaan pengguna.

2.5 Teknik Pengumpulan Data
            Teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti agar pembahasan didalam penelitian ini mendapatkan hasil yang akurat dan terarah dari proses mencari data hingga penyelesaian masalah., maka peneliti memerlukan data – data berupa observasi dan dokumentasi.
·        Dokumentasi : digunakan sebagai penguat data yang didapat melalui observasi. Dokumentasi ini didapat pada dokumen – dokumen atau data. Data diperoleh dari berbagai media cetak dan media elektronik yang berkaitan dengan objek penelitian artikel,film dalam bentuk film yang Berjudul “99 Cahaya Dilangit Eropa Part 1”.

2.6 Validitas Data
            Uji validitas data dari penelitian ini menggunakan Sembilan formula yang juga dapat berfungsi sebagai teknik analisis data, diantaranya yang digunakan penelitian ini adalah :
1.      Motivasi Komunikator : semiology memuat tafsir tanda itu sendiri dalam hubungannya dengan maksud komunikator membangun pesan yang dimaksud.
2.      Siapa Komunikator  : semiology komunikasi dari tafsir tanda yang dibangun oleh komunikator. Komunikator harus didefenisikan sebagai pihak sumber yang secara langsung atau tidak langsung ingin menyampaikan pesan kepada penerima yang dituju melalui saluran apa.
3.      Konteks fisik dan sosial : semiology komunikasi menafsirkan tanda berdasarkan konteks sosial dan budaya berdasarkan konteks fisik, konteks waktu dan tempat dimana tanda itu diletakkan. Berarti pesan dikonstruksikan komunikator dengan mempertimbangkan normal dan nilai – nilai sosial, serta dipertimbangkan tempat dimana pesan tersebut akan disalurkan kepada public nya (penerima).
4.      Struktur Tanda dan Tanda Lain : semiology komunikasi menafsirkan tanda tanda dengan cara melihat struktur tanda tersebut dan menghubugkan tanda – tanda yang dimaksud dengan tanda – tanda lain yang berkaitan erat dengannya.
5.      Fungsi Tanda, Sejarah, dan Mitologi : semiology komunikasi memberi makna pada tanda dengan cara melihat fungsi tanda tersebut dalam masyarakat. fungsi ini sangat berhubungan erat dengan maksud sumber menyalurkan pesan.
6.      Intertekstualitas : Semiologi komunikasi memperkuat tafsr dan argumentasinya dengan cara memperbandingkan dengan fungsi tanda pada teks – teks lain.
7.      Intersubjektivitas : semiology komunikasi memberi tafsir tanda – tanda dengan cara memperoleh dukungan dari penafsir lain dalam tanda – tanda yang mempunyai hubungan yang relevan. Inilah yang disebut intersubyektifitas, yaitu pandangan dari beberapa ahli yang biasanya juga saling bertentangan.
8.      Common Sense : semiology komunikasi memaknai tanda dengan cara mengambil alih makna secara umum yang berkembang dimasyarakat (Common Sense)
9.      Penjelajah Ilmiah Peneliti : semiology merupakan tafsir instuitif yang dilakukan oleh penafsir dengan mendasar pada pengalaman intelektual, keyakinan subyektif dan pengambaran ilmiah terhadap tanda – tanda yang bersangkutan (Purwasito, 2003:37-41).










DAFTAR PUSTAKA
BUKU
-          Sobur, Alex (2009), Semiotika Komunikasi , ROSDA , Bandung
-          Hamidi, (2005), Metode Penelitian Kualitatif, UMM Press, Malang
-          Moleong, Lexy , (2011), Metode Penelitian Kualitatif, ROSDA, Bandung
-          Fiske,Jhon (2011), Cultural and Communication,JALASUTRA,Bandung

ONLINE